198. she is Aristama’s mom
Tata si kucing berusia tiga tahun itu baru saja selesai diperiksa, Tata lagi-lagi terkena gangguan pencernaan, itu juga yang menjadi alasan kucing berbulu lebat itu tampak murung belakangan ini. Asisten dokter mengelus sekali lagi punggung Tata sebelum mempersilahkan Cinda sebagai majikan mengambil alih Tata.
Cinda meundukkan kepala berterimakasih, ia mengangkat Tata dan memasukkan kembali kucing gembul itu di pet carrier lalu menuju meja dokter utama yang sudah selesai memeriksa Tata beberapa menit yang lalu.
dr. Shena Indriawan, nama yang tertulis di atas mejanya. Dokter utama berusia paruh baya yang penampilannya terlihat jauh lebih muda dari usianya. Raut wajahnya berwibawa dan cerdas, serta garis wajah yang jika dilihat lagi memiliki banyak kemiripan dengan Aristama. Benar, Dokter Shena inilah ibu dari Aristama.
Di kunjungan sekaligus pertemuan pertama Cinda dengan Dokter Shena, Cinda sudah memperkenalkan diri, tetapi sejak masuk ke ruangan ini tadi, Dokter Shena belum menunjukkan gerak-gerik kalau ia masih mengenal Cinda. Cinda tidak masalah, toh dia siapa memangnya yang harus selalu diingat oleh orang sekelas Dokter Shena? Lagipula ia bisa berkenalan lagi nanti.
“Saya sudah tulis semua diagnosis dan resepnya, bisa dipantau tiga hari ke depan untuk makanan yang dikonsumsi,” “kalau ada tanda-tanda keparahan setelah pemeriksaan ini bisa langsung hubungi dokter tiara.”
“Baik, makasih dokter.”
“Ada yang mau ditanyakan lagi sambil menunggu hasil pemeriksaan?” Dokter Shena memastikan.
“Cukup, Dok. Penjelasannya udah jelas.” Cinda menjawab sopan.
Dokter Shena mengangguk paham, ia kembali sibuk dengan kertas-kertas yang ada di mejanya.
“Apa kabar, Cinta?” “Hah?” Cinda tampak bingung, lalu detik berikutnya mengangguk mengerti. “Ah kabar baik, Tante.” “You move from dokter to tante.” Dokter Shena tersenyum melihat wajah gelagapan Cinda. Cinda tersenyum kikuk. “Maaf dok.”
“Gak masalah,” kini Dokter Shena menopang lengannya di atas meja. “Kata karyawan di luar, Aristama lagi nunggu kamu.”
Cinda kembali salah tingkah. “Eh? Saya gak tau kalau Aristama udah datang”
“Hubungan kamu dengan dia ternyata lebih dekat dari yang saya bayangkan.” Cinda tahu kalau Dokter Shena sedang berbicara santai tapi tetap saja suhu ruangan itu seperti menjadi lebih dingin dari sebelumnya.
“Kami masih berteman biasa.” Cinda kembali tersenyum canggung.
Dokter Shena mengangguk paham. “Good luck for you. At least kamu bukan perempuan yang ditemuinya di radio erka itu karena kalau iya dia akan semakin gila dengan erka.”
Cinda mengerjapkan mata mencoba mencerna maksud Dokter Shena. Ternyata Dokter Shena masih belum juga melunak. Dokter Shena belum memberikan dukungan ke Aristama atas pilihannya.
Cinda menggigit bibir bawahnya sedang menimbang-nimbang. “Tapi saya ketemu Aristama di Erka, Tante,“ Cinda memperhatikan perubahan raut wajah Dokter Shena. “ Dan Aristama di Erka adalah Aristama yang paling menarik menurut saya. Aristama gak akan gila dengan Erka, tapi Aristama mungkin akan gila kalau dia enggak di Erka.”
Dokter Shena tersenyum kecut. “Ternyata kamu gak tau apa-apa, dia lebih milih sibuk dengan dunianya dan tidak menuruti-“
“Saya tau semuanya tante, Aristama sudah cerita semuanya.” Cinda memotong kalimat Dokter Shena. “Kalau saja Aristama anak orang tua saya, dia sudah jadi anak emas di keluarga. Kalau kata mama saya, pilihan orang tua memang yang terbaik, tapi orang tua kadang gak tau yang terbaik di sini apakah untuk si anak atau hanya untuk orang tua?”
Suasana ruangan pemeriksaan itu menegang. Raut wajah Dokter Shena sudah tidak senyaman sebelumnya. Serta Cinda yang mati-matian mengenggam tangannya yang sialnya gemetaran, tapi demi harga diri dan menutupi rasa malu ia harus meladeni tatapan maut dari Dokter Shena.
“Ini hasil pemeriksaannya, mbak.” Cinda menghembuskan napas dengan lega saat Dokter Tiara dating memberikan satu lembar berkas hasil pemeriksaan Tata. Ingin sekali Cinda memeluk dan berterimakasih kepada Dokter Tiara sekarang juga karena sudah meloloskannya dari situasi ini.
“Makasih, Dokter.” Cinda bangun dari duduknya, ia menundukkan badan sedikit sambil berterima kasih. Setelah itu, Cinda menoleh melihat Dokter Shena yang masih memasang wajah datar yang tidak tertebak.
“Maafin saya Tante, tadi saya hanya berbicara sebagai teman Aristama,” kata Cinda mengklarifikasi. “Terima kasih sekali lagi, Dokter Shena.”
Cinda mengangkat pet carrier Tata kemudia segera keluar dari ruangan itu. Tepat di luar ruangan, gadis itu melompat-lompat kesal sambil berkali-kali memukul bibirnya. “Gila gue udah, gila. Bye world.”