090. She fall for him
Arunika berjalan cepat menyusuri koridor gedung kampus, sesekali ia melirik jam tangan di pergelangan kirinya. Gadis itu sudah bertekad harus datang lebih cepat, ia harus diwawancari pertama agar sempat untuk berangkat ke Bandung jam 4 sore nanti.
Jam di pergelangannya baru menunjukkan pukul 14.30, lebih cepat 30 menit dari jadwal wawancara bersama Dara—Kakak tingkat yang akan mewawancarainya dan beberapa calon anggota Himpunan yang lain.
Beberapa kali Aruni mempertanyakan sebenarnya apa yang sedang ia lakukan saat ini, mendaftar Himpunan demi pemuda baik hati bernama Jefri Noah? tapi di sisi lain dia juga sangat bersemangat untuk apa yang akan terjadi ke depannya. Ia benar-benar senang dengan kehadiran Jefnoah di awal kisah perkuliahannya ini.
Setelah berjalan kurang dari lima menit dari parkiran menuju sekrteratiat himpunan, akhirnya Aruni tiba di depan ruangan itu. Namun, tidak sesuai dugaannya, ia tidak sendirian. Di dua kursi panjang yang ada di depan ruang sekretariat Himpunan ada beberapa orang mahasiswa yang tampaknya juga adalah mahasiswa baru seperti Aruni yang akan diwawancarai untuk keanggotaan himpunan.
Aruni melirik sekilas ke jendela ruangan tapi ia tidak bisa melihat apapun, penasaran siapa yang mewawancarai di dalam sana.
“Run, duduk sini,” Aruni mengalihkan pandangannya saat mendengar suara perempuan yang tak asing bagianya, gadis itu adalah Asha, teman satu kelompoknya saat osjur.
Aruni tanpa rau langsung duduk di sebelah Asha yang mempersilakannya, “Sha, wawancara bareng siapa?” tanya Aruni.
“Kak Noah, Run,” jawab Asha, mata gadis itu berbinar.
“Ohh, lo daftar adkesma juga?” tanya Aruni.
Asha mengangguk. “Lo juga? wawancara bareng kak noah?”
“Gue juga daftar adkesma tapi wawancaranya ntar bareng kak dara,”
“Oalah belum ada liat kak dara sih gue, kayaknya abis kak noah deh, lo cepet amat?”
Aruni menghela nafasnya sebelum menyandarkan pundaknya di dinding. “Iya, gue dateng cepet biar duluan, ntar sore gue mau balik bandung.”
Asha mengangguk-angguk menanggapi Aruni.
Beberapa orang yang tengah duduk di kursi panjang bergantian keluar masuk ke dalam sekre himpunan, menandakan wawancara yang dilakukan Noah di dalam sana berjalan dengan lancar. Beberapa orang baru juga berdatangan saat mendekati pukul 15.00.
Aruni yang tadinya malas-malasan dengan menyandarkan diri di dinding, kini suda mengubah posisi menjadi duduk tegap dengan menyilangkan kakinya. Sedikit merasa bangga karena ia datang lebih dulu daripada beberapa orang yang baru datang untuk wawancara bersama Dara. Sementara itu, mahasiswa yang akan wawancara bersama Noah kini tersisa empat orang.
Aruni sudah bersemangat akan sempat untuk pulang ke Bandung tepat waktu, tapi semangatnya kian memudar setelah waktu sudah lewat 20 menit dari jadwal seharusnya. Dara masih belum datang.
Di tengah keluhan mahasiswa baru yang menunggu, pintu ruangan sekretariat himpunan terbuka bersamaan dengan dua orang terakhir yang diwawancarai Noah.
Jefnoah diam sejenak, ia memperhatikan beberapa orang yang tengah menunggu dengan gelisah karena sudah menunggu cukup lama.
“Semuanya yang bakal wawancara bareng Dara?” tanya Jefnoah.
Semua mengangguk termasuk Aruni.
Jefnoah menghela napasnya panjang, memasang wajah bingung. “Teman-teman maaf banget ya, Dara baru konfirmasi gak bisa datang karena ada urusan mendadak, kalau ada yang mau tunggu sampai jam 5 sore nanti bisa tunggu disini tapi kalau ada urusan lain, kalian bisa balik sabtu besok ya, saya minta maaf banget karena kalian udah nunggu.”
Satu kalimat tersebut berhasil menghasilkan lenguhan tertahan dari para mahasiswa yang telah menunggu, mereka tetap tidak dapat mengeluh banyak karena tetap menjaga sikap di depan Noah sebagai seniornya.
Noah sudah meminta maaf berkali-kali saat beberapa dari mereka memilih berpamitan pergi, kecuali Aruni.
“Aruni?” baru saja Aruni ingin mengatur strategi bagaimana untuk bertanya kepada Noah, pemuda itu sudah memanggilnya lebih dulu.
“Sore, kak.” Aruni balas menyapa.
“Mau nunggu Dara?”
Aruni tersenyum kikuk, bingung ingin menjawab apa.
“Kalau mau nunggu, di dalam aja, Run,” kata Jefnoah sekali lagi, ia mempersilakan Aruni masuk ke dalam ruangan.
“Ehm, Kak?”
Jefnoah mengangkat alisnya.
“Saya kayaknya gak bisa ikut wawancara sama kak dara,” kat Aruni pelan, agak takut-takut.
Jefnoah yang penasaran semakin memasang wajah bertanya-tanya.
“Saya harus balik ke bandung kak, sampai hari senin, kata Aruni melanjutkan kalimatnya.
“Oh ya? jam berapa, Run?” tanya Jefnoah setelah diam seperkian detik saat mendengar perkataan Aruni.
“Jam 4, Kak.”
Jefnoah melirik jam tangannya, kemudian diam berpikir sejenak. Aruni juga ikut diam. Aruni bahkan tak sanggup menatap Jefnoah lebih dari 2 detik, sore ini pemuda itu masih tampak segar meskipun sudah beraktivitas sejak pagi.
“Mau wawancara sama saya aja?”
“Ha?”
Aruni langsung mendongak sesaat setelah mendengar tawaran itu, bibirnya sedikit terbuka tak menyangka akan kalimat Jefnoah barusan.
Jefnoah tersenyum kecil melihat wajah kaget Aruni.
“Kalau kamu mau kita 10 menit aja, sebentar lagi jam 4 kan? kasian juga kamu kalau harus nunggu Dara,” lanjut Jefnoah dengan tenang.
Aruni mengigit bibir bwahnya bingung, sebenarnya ia tidak akan menolak, ini kesempatan baik. Tetapi entah kenapa dia benar-benar gugup, apalagi saat menyadarai koridor depan ruang sekretariat himpunan sudah berangsur sepi.
“Gak apa-apa kak? Gak ganggu waktu kak noah?” Aruni takut-takut memastikan.
Jefnoah mengangguk mantap. “Gak apa-apa, 10 menit aja kok.”
Akhirnya Aruni mengagguk menyetujui, lagipula memang ia tidak akan menolak.
Jefnoah berjalan masuk ke ruangan lebih dulu sebelum berhenti tepat di ambang pintu yang terbuka, ia mempersilakan Aruni masuk lebih dulu.
“Pintunya saya buka aja ya,” Kata Jefnoah. Aruni awalnya hanya mengangguk pelan sebelum ia menyadari bahwa hal itu dilakukan Jefnoah karena hanya ada mereka berdua di dalam ruangan itu, berbeda dengan sebelumnya Jefnoah mewawancari 2 orang sekaligus.
Astaga, cowok ini benar-benar menarik perhatian Aruni.
Aruni duduk di sofa diikuti oleh Jefnoah yang juga duduk di sofa yang ada di hadapan Aruni, mereka dibatasi oleh meja persegi di tengah ruangan.
Sementara Jefnoah mengecek catatan di laptopnya, ponsel pemuda itu berbunyi, menandakan ada panggilan masuk di sana.
“Oy, Yog?” ucap Jefnoah setelah menerima telepon tersebut.
Jefnoah sempat diam beberapa detik sebelum melirik Aruni sekilas. “Iya sorry sebentar lagi gue nyusul, gue wawancara satu orang lagi.”
Saat itu juga, Aruni menatap Jefnoah. Tentu ia tidak akan salah mengira, jelas-jelas Jefnoah sedang ditunggu.
“Kak maaf lagi ditunggu ya?” tanya Aruni segera
“Ah, iya gak apa-apa, Run. Pertemuan biasa aja kok, saya masih sempat nyusul, yuk mulai sekarang ya? udah mau jam 4,” lagi-lagi Jefnoah menjawab dengan santai.
Aruni tidak tahu harus menanggapi apa lagi, yang ia tahu sekarang, laki-laki di hadapannya ini benar-benar menunjukkan semua karismanya, Aruni bahkan tidak sadar detik ini Jefnoah berhasil membuatnya menatapnya lebih dari 5 detik.