079. Rahasia – Easy to Love
Dentuman musik dengan volume keras memenuhi setiap sudut ruangan tempat hampir semua orang bersenang-senang itu. Tempat yang lebih dikenal dengan perspektif buruk dan bahkan ladang dosa.
Musik keras, lampu warna-warni, minuman keras, perempuan dengan baju seksi, hingga adegan tak senonoh. Tapi yang jelas, Aristama–pemuda yang sedang duduk di salah satu kursi di depan bartender–tidak sedang melakukan hal yang tidak-tidak, ia menepati ucapannya untuk tidak minum alkohol, hanya ada soft drink di hadapannya.
Sudah 10 menit sejak Aristama menangkap pandang gadis dengan rambut panjang terurai dan busana off-shoulder dress berwarna hitam. Gadis cantik yang sedikit mencuri perhatiannya beberapa hari belakangan.
Cinda masih larut dalam dunianya, menggerakkan tubuh mengikuti irama musik seperti tidak peduli sekitarnya. Sedangkan Aristama masih bergelut dengan pikirannya, apakah ia harus menyapa Cinda atau membiarkannya begitu saja.
Cinda mengambil langkah mundur, keluar dari lingkaran, menuju salah satu meja bundar tak berpenghuni, gadis itu sendirian. Ia mengesap dua teguk cocktail sebelum menumpu kepalanya di atas meja sambil mengacak kasar rambutnya sendiri.
Dari jauh Aristama dapat melihat, seorang pria berpakaian kasual mendekati Cinda, tidak lupa satu gelas alkohol di tangan kanan. Cinda menoleh menerima senyum dari pria itu, Aristama memperbaiki posisi duduk dan penglihatannya, hingga akhirnya ia sadar kalau Cinda sudah tidak sadar seratus persen. Pria di sebelah inda tidak menyia-nyiakan kesempatan dan langsung merangkul Cinda yang untungnya masih mampu ditepis oleh gadis itu.
“Sorry, gue agak pusing,” kata Cinda dengan suara parau.
“Mau ikut ke table gue? Lo sendiri kan?” ajak pria itu masih mencoba merengkuh Cinda.
Cinda menggeleng.
“How about room? Lo udah mabuk, gue bisa tem-“
“Babe sorry, i made you wait, are you okay?” potong Aristama tiba-tiba. Pria hidung belang itu menoleh diikuti oleh Cinda yang masih setengah sadar.
Pria di sebelah Cinda itu memandang Aristama seperti bertanya penjelasan.
“Gue pacarnya, sorry don’t disturb her.” Aristama menatap tegas.
“Aristama?” sahut Cinda.
Ucapan Cinda seperti memberi validasi bahwa ia mengenal Aristama, membuat si pria tidak dikenal itu menyerah, memberi tatapan sinis, lalu pergi begitu saja.
Aristama melangkah memasuki mobilnya, ia membawa satu botol air mineral tanggung yang sudah ia buka dan memberikannya ke Cinda.
“Makasih.” Cinda meneguk air mineral itu hingga tersisa setengah.
Cinda masih tipsy tapi sudah lebih baik dari sebelumnya, wajahnya suda lebih segar setelah dibilas, rambutnya yang semula terurai berantakan sudah ia ikat kuncir menampilkan leher hingga bahunya yang terbuka sebelum akhirnya Aristama memberikan jaket boomber-nya untuk Cinda gunakan.
“Jadi lo naik apa kesini? Rumah lo jauh kan?” tanya Aristama setelah memastikan Cinda sudah lebih mendingan.
“Ojol.”
Aristama mengangkat alis. Kaget sekaligus bingung.
“Ya emang mau gimana lagi? Gue gak bisa ngendarain apapun, gue gak bisa minta tolong siapapun juga,” Cinda menerangkan.
“Nggak ada yang tau sama sekali lo clubbing?” tanya Aristama.
“Ada,” jawab Cinda. “Elo, lo yang pertama tau, jadi rahasia ya?” sambungnya.
Aristama menyandarkan punggunya di balik kemudi. Ingin bertanya lebih banyak tapi ia tahan, aneh rasanya berada di satu mobil yang sama dengan perempuan yang baru ia temui 2 kali-yang bahkan menarik perhatiannya di hari pertama ia temui.
Aristama belum memastikan perasaannya, ia tidak akan bohong kalau hari itu, hari dimana ia melihat Cinda untuk pertama kalinya, Cinda menarik perhatiannya, garis wajah tegas yang tersenyum ceria hari itu masih membayangi Aristama, tapi ia belum menentukan apakah perasaan aneh itu masih ada atau sudah lewat begitu saja. Lebih tepatnya, ia masih memikirkannya.