one day morning
Pukul 7 pagi matahari dengan cerah memasuki ruang tengah kediaman Januar dan Nina. Si kepala rumah tangga—Januar—baru saja muncul dari pintu samping rumahnya yang menghubungkan antara taman belakang dengan ruang tengah yang juga tersambung ke dapur besar rumahnya.
Laki-laki itu menanggalkan sepatu olahraganya lalu mengganti dengan sendal rumahan, masih dengan satu set training yang ia pakai sebelumnya untuk jogging di sekitar komplek rumahnya. Oh ada satu lagi yang ia singkirkan, airpods di telinganya yang ia letakkan asal di atas meja. Janu memasuki area dapur, ia melirik sekilas Mbak Sari—Asisten Rumah Tangganya—yang tengah memasak beberapa bahan makanan.
“Mbak, udah mateng ayamnya?” tanya Januar sembari mengeluarkan beberapa buah dari kulkas besarnya.
“Udah hampir selesai, Pak,” jawab Mbak Sari setelah melirik panci berisi ayam yang ia kukus.
“Minta tolong potongin ya, Mbak. Saya buat jus dulu,” Janu kembali fokus pada buah apel yang sudah ia masukkan ke dalam blender.
Jangan heran kenapa Janu yang membuatnya sendiri, jus apel yang sedang ia siapkan adalah untuk Nina—Istrinya yang masih bergelut dengan efek hamil mudanya. Setelah Janu memutuskan mengambil cuti saat keadaan Nina semakin tidak stabil karena efek hamil mudanya, Janu lebih banyak menghabiskan waktu menemani Nina di rumah. Ia bahkan ikut turun mengontrol makanan dan minuman yang dikonsumsi Nina.
Seperti pagi ini, ia akan menyiapkan jus apel dan spring roll salad. Semenjak hamil, Nina benar-benar pemilih soal makanan, ia bahkan tidak bisa menelan nasi putih membuat pola makannya menjadi benar-benar berubah.
Dentuman suara pintu kamar mandi terdengar dari kamar utama rumah Janu dan Nina. Nina baru saja memasuki kamar mandi dengan terburu-buru, sudah bukan hal baru lagi bagi Nina karena beberapa minggu belakangan ini hampir setiap hari ia harus memuntahkan isi perutnya yang tak seberapa itu di pagi hari setelah ia bangun. Tidak hanya itu, kepalanya selalu terasa berat saat pagi hari sudah datang, hingga membuat Nina ingin sekali melewati pagi hari yang dulu sangat ia sukai.
Nina membasuh wajahnya sekali lagi setelah mual-mual yang tiada hentinya. Wanita itu menatap wajahnya sekilas di cermin yang terpajang di atas westafel.
Jika ada wanita hamil yang mengalami pertambahan berat badan, justru Nina mengalami sebaliknya, berat badannya turun hingga wajahnya terlihat lebih tirus dan kering. Hormonnya juga tidak menentu, hingga moodnya yang berubah dengan cepat. Ia ingin menangis lagi pagi ini, tapi ketukan dari pintu kamar mandinya membuatnya menarik napas sejenak. Ia tahu suaminya sudah menunggunya di balik pintu.
“Morning,” Nina disambut seulas senyum tulus dari Janu yang menatapnya lembut.
Nina juga membalas dengan senyuman, perlahan melangkah mendekati Janu yang sudah melebarkan lengannya bersiap memeluk. Dalam sekejap, ekspresi wajah Nina berubah murung dan matanya kembali berkaca-kaca. Tepat setelah berhasil memeluk Janu, ia menangis lagi tanpa sebab.
Janu tidak mungkin tidak menyadari, ia paham betul bagaimana Nina yang menjadi sangat sensitif di kehamilan trimester pertamanya ini. Laki-laki itu mengusap pelan rambut istrinya sambil sedikit menggerak gerakkan badannya berharap Nina dapat sedikit rileks.
“Gak apa-apa, sayang,” bisik Janu di tengah-tengah dekapannya.
Hampir lima menit berlalu dengan posisi yang sama, hingga akhirnya Nina mengangkat kepalanya untuk melihat Janu.
Melihat Nina tidak mengatakan apa-apa, akhirnya Janu yang membuka lagi pembicaraan, “makan yuk? atau kalau belum mau, minum jus aja ya? aku buat jus apel.”
“Mau,”
“Mau apa?”
“Makan, minum jusnya juga.”
Janu tersenyum simpul, ia mengecup kening Nina sebelum berkata, “pinter.”
Tidak sampai disitu, ia membungkukkan badannya hingga wajahnya sejajar dengan perut Nina yang masih rata.
Januar mengelusnya pelan, “anak baik yang pinter juga ya di dalem, jangan nakal-nakal oke? kasian maminya, sehat-sehat ya?”
Nina tersenyum sekali lagi. Tidak ada yang berubah dari Januar. Bahkan saat dirinya yang berubah pun, Januar tetap sama. Tidak mengurangi sedikitpun apa yang ia berikan ke Nina.