Arunika bersama dengan sahabatnya—Zeya—melangkahkan kakinya memasuki area kafetaria fakultasnya, riuh ramai kafetaria sudah bukan hal yang asing di jam makan siang. Kedua gadis itu menyusuri lorong meja mencari tempat yang kosong. Sejauh mata memandang, belum ada meja yang ditinggal oleh penghuni sebelumnya.

“Ck, ramai amat. Gue bilang ke Kak kelvin apa ya gak usah makan disini,” keluh Zeya saat menyadari tidak ada satu meja pun yang kosong.

Sementara Aruni tidak menyerah, ia masih fokus memperhatikan satu persatu mahasiswa yang sedang makan dan melihat peluang apakah akan ada meja yang akan segera kosong. Mata bulatnya teliti melihat dari ujung ke ujung, hingga tatapan itu berhenti di salah satu meja yang diisi empat mahasiswa, dua laki-laku dan dua perempuan.

“Ada kak noah, Zey,” kata Aruni.

“Mane…” Zeya yang terusik langsung nengikut arah pandang Aruni. “Gue kira lu nyari tempat, taunya nyari kak noah ye,” sambung gadis itu.

“Dih, kagak. Kebetulan doang kali,” elak Aruni.

Bertepatan saat Aruni kembali melihat ke sisi meja Noah, dua orang mahasiswa yang duduk tidak jauh dari Noah dan timnya berangsur berdiri dan meninggalkan tempatnya

“Tuh Zey, orangnya pergi, buruan ayo,” tanpa ragu Aruni langsung menarik tangan Zeya buru-buru agar tidak kehilangan slot tempat itu. Bonusnya lagi, tempat itu tidak jauh dari tempat Noah sedang makan siang saat ini.

Zeya menghela napas puas saat berhasil duduk di tempat yang akhirnya kosong itu. Aruni duduk di kursi yang ada di hadapan Zeya, kursi itu berhadapan langsung dengan posisi duduk Noah.

“Tcih strategis banget ya disitu,” cibir Zeya.

“Yaudah sih rejeki gue udah dapet ni tempat limited,” timpal Aruni tak mau kalah. Walau sebenarnya alasan ia duduk di tempatnya saat ini memang karena cukup strategis untuk melihat Noah yang tidak jauh di depannya.

Jangan salah, bukan hanya Aruni yang mencuri-curi pandang. Gadis itu beberapa kali melihat sekelilingnyadan tidak sedikit gadis yang melirik Noah secara sengaja, mulai dari mahasiswa baru hingga yang paling senior sekalipun. Bagaimana tidak, pemuda itu tetap terlihat bersinar di tengah riuhnya kafetaria.

“Kakkk!” Zeya melihat sekelilingnya sebelum akhirnya melambaikan tangan saat melihat Kelvin baru saja datang dari pintu masuk yang berbeda.

Dari jauh Kelvin langsung menyadari lambaian tangan Zeya dengan mengacungkan jempol tanda ia melihat. Akan tetapi, bukannya segera menghampiri Zeya dan Aruni, Kelvin berhenti sejenak di meja tempat Noah dan tiga orang temannya yang baru saja menyelesaikan makannya.

Aruni dan Zeya saling melempar pandang, mereka berdua melihat Kelvin yang menyalami satu persatu orang di meja Noah termasuk Noah sendiri. Setelah salam-salaman, Kelvin tampak berbicara dengan Noah, lalu kemudian Kelvin menjulurkan telunjuknya menunjjuk Aruni dan Zeya yang membuat Noah mengikuti arah telunjuk Kelvin.

Noah melihat Aruni dan Zeya, begitupun sebaliknya. Noah mengangguk pelan sambil tersenyum saat Aruni dan Zeya sedikit menundukkan kepalanya untuk menyapa Noah. Setelah itu, Kelvin melambaikan tangannya berpamitan ke Noah dkk, sebelumnya mendatangi meja tempat Aruni dan Zeya.

“Gimana rasanya dinotis Jefri Noah, Run?” kata pertama yang keluar dari mulut Kelvin saat sudah mengambil posisi duduk di sebelah Zeya.

“Kamu sengaja, Kak?” Zeya memastikan. Sedangkan Aruni masih sedikit membeku, seperti mendapatkan efek dari pesona Jefri Noah.

Kelvin mengangguk kemudian tertawa.