151. Joffe
Dari beberapa tempat yang Aruni pikir akan dihampiri oleh Noah. Tempat ini adalah yang di luar perkiraan Aruni. Padahal ini tempat yang cukup basic untuk dikunjungi.
Sebuah coffee shop bertema klasik yang cukup ramai malam itu. Joffe adalah tulisan yang tertera di bagian depan bangunannya. Dari bagian luar saja, Aruni bisa menebak ini bukan coffee shop sederhana, halaman parkiran dipenuhi kendaraan roda empat, bahkan Aruni bisa melihat seri terbaru porsche di sana.
Noah tidak banyak bicara, ia melangkah sedikit duluan setelah mengajak Aruni masuk.
Instrumen musik klasik langsung terdengar saat memasuki arena indoor kafe itu. Aruni tidak lepas pandang untuk memperhatikan isi tempat itu. Pengunjung tempat itu terbilang cukup ramai tapi tidak bising karena sejauh mata Aruni memandang, kafe itu hanya diisi oleh pasangan berkencan yang menikmati kopi setelah fancy dinner, perempuan dengan jas yang sedang mengetik di atas keyboard macbooknya, dan beberapa pemuda yang sibuk dengan iPad di atas meja.
“Hi, brother,”
Seorang pemuda dengan tubuh tinggi kekar baru saja keluar dari pantry dan berdiri di belakang tempat pemesanan.
“Ouh, not alone?” belum sempat Noah membalas, pemuda di seberang sana berucap lagi.
Aruni yang sadar diperhatikan langsung tersenyum kikuk, menunggu Noah saja yang bersuara.
“Temen gue bang, kan gue bilang dari acara kampus tadi, namanya Aruni,”
Pemuda tersebut manggut-manggut saja masih sembari menatap Noah penasaran. Meskipun begitu, pemuda tersebut tetap mengulurkan tangan dengan ramah.
“Jofan, nice to meet you, Aruni.”
“Bang Jofan sepupu saya, Run. The owner of this place,” sambung Noah.
Sudah Aruni duga, Jofan tidak kalah menarik dari Noah. Meskipun menggunakan apron yang tidak berbeda dari waiters lainnya, penampilan Jofan jelas tidak bisa disembunyikan. Western Accent yang keluar dari mulutnya pun tidak bisa berbohong, tidak jauh beda dengan Noah.
“Run, mau minum apa?” tanya Noah.
Mendengar itu, Jofan juga ikut bersuara. “Oh yea, do you need some coffee?,”
Tanpa melihat daftar menu lebih lama, Aruni sudah tahu apa yang akan dia coba. “Eum, caramel macchiato,” jawab Aruni. Menu yang selalu wajib Aruni coba di setiap coffee shop yang ia kunjungi.
Jofan diam sebentar, matanya sedikit melirik Noah tapi Noah tampak biasa saja.
“Ouw, okay. Good choice,” kata Jofan diselingi senyum kikuknya.
“Kamu suka tiramissu? dessert favorit disini ada tiramissu,” Noah dengan tenang kembali menawarkan menu kepada Aruni.
Aruni sedikit melirik beberapa dessert yang terpajang, dessert slice yang tersedia memang sangat menggoda.
“I'd love to, thank you kak.”
Aruni duduk di meja yang terletak di samping jendela besar, meja di bagian ini tadinya full. Beruntungnya saat Aruni dan Noah datang tadi, pemilik meja sebelumnya sudah selesai, tanpa sadar Aruni sudah berancang-ancang memilih meja tersebut sejak awal.
Waiters datang membawa nampan berisi caramel macchiato beserta tiramissu pesanan Aruni. Aruni tadi mengira Noah yang akan mengantarkannya karena setelah Aruni duduk tadi, Noah izin untuk menemui Jofan di pantry.
“Kak Aruni, ada pesan dari mas Noah katanya maaf harus duduk sendirian, tapi sebentar lagi mas Noah keluar kok, kalau butuh sesuatu bisa panggil saya ya, Kak”
“Ah, okay. Terima kasih,”
Entah harus merespon apa, Aruni tak sadar garis bibirnya terangkat. Sederhana sekali yang dilakukan Noah, hanya memberi kabar agar Aruni tidak bingung sendirian, bahkan mungkin bagi Noah itu bukan hal yang istimewa. Hanya bare minimum. Namun, tetap saja dia adalah Jeffri Noah. Siapapun akan salah tingkah jika di posisi Aruni sekarang. He's Jeffri Noah.
Tepat 10 menit sejak waiters tadi datang, Noah datang dari balik pantry membawa satu nampan di tangannya. Buru-buru Aruni meletakkan kembali ponselnya, ia baru saja selesai memberi tahu Feya tentang apa yang terjadi.
“Sorry, Run. Bosan ya?” Noah duduk tepat di hadapan Aruni sembari meletakkan nampan di atas meja.
Aruni tersenyum, menggeleng pelan. “No problem, Kak. Saya suka tempatnya kok jadi gak berasa bosan sama sekali.”
Noah ikut tersenyum tipis, ia mengangguk pelan.
“By the way, tiramissunya beneran enak banget loh kak, oh iya caramel macchiatonya juga gak kalah enak, menu kopi pertama yang selalu saya pilih kalau ke coffee shop baru pasti caramel macchiato dan gak bohong, ini paling enak,” Aruni menjelaskan dengan antusias, entah efek sugar rush atau memang Aruni sangatlah bersemangat karena moodnya baik.
Noah tertawa kecil, kali ini tidak ragu-ragu lagi. Hal itu membuat Aruni langsung mengatupkan bibirnya, baru sadar ia kelewat bersemangat.
“Sorry, berlebihan ya kak,” kata Aruni kikuk.
Noah menggeleng cepat. “Saya senang liatnya, Run. Gak nyangka kamu bisa seekspresif ini,” kata Noah masih sambil tersenyum.
Aruni mengerjap, tidak tahu harus menjawab apa lagi. Ia menarik cup caramel macchiatonya untuk menyeruput minuman itu agar menutupi merona pipinya.
Sialnya, Noah terlihat biasa saja.
“Oh iya, ini menu signature baru, baru trial hari ini, kamu mau coba?”
Noah mendorong sedikit coffee di atas piring kecil yang tadi ia bawa. Asap mengepul halus di atas cangkir itu. Hot Coffee.
“Eh jangan bilang kak Noah yang buat?” Tanya Aruni penasaran.
Noah mengangguk pelan. “Saya sesekali diajak trial menu baru bareng Bang Jofan, Run. Dulu sempat kursus barista bareng, sebenarnya cuman buat hobi aja tapi bang Jofan setalah lulus kuliah jadi ngembangin coffee shop ini,” jelas Noah.
“Wow, kalau gitu saya harus coba kopi ini,” Aruni terkesima, ia langsung mengambil sendok cangkir yang tersedia untuk mencoba kopi tersebut.
Gadis itu mencium aroma kopi yang masih hangat itu, kemudian tanpa komentar langsung menyeruput kopi dari sendok yang telah ia ambil.
Mata Aruni melebar, ia mengangguk-anggukkan kepalanya. “Wangi banget, Kak, and i love the taste!”
“Serius?” Noah memastikan. Senyumnya terangkat.
Aruni mengangguk lagi. “Udah fix bakal dijual?”
“Not sure, semoga aja,” jawab Noah sambil menaikkan bahunya.
“Harus kak, saya bakal beli, rasanya ringan tapi aromanya kuat, non coffee drinker juga bakal suka sih.”
Entah sejak kapan Aruni menjadi terlihat seperti reviewer profesional seperti ini.
“Happy to hear that, Run. Thank you.” Noah terkekeh kecil, lebih-lebih karena melihat Aruni yang sangat ceria malam ini.
“Kak Noah gak kepikiran buka coffee shop juga?” Aruni kembali bertanya. Sesaat setelah memasukkan sepotong tiramissu lagi ke mulutnya.
“Kepikiran, tapi belum sekarang, mungkin masih lama.”
“Oh ya? peluangnya gede loh kak, kak noah relasinya luas, pengalaman barista juga ada, pasti bakal ramai,”
’…dan kak noah punya tampang yang mendukung’ lanjut Aruni dalam hatinya. Tidak mungkin ia terang terangan flirting di depan Noah.
“Nanti namanya, Noffee. Noah coffee. Jadi kesannya kayak masih satu manajemen sama Joffee ini,” belum sempat Noah merespon. Aruni kembali memberikan sarannya.
“Haha, sounds great, Run. Thank you for the insight,” Noah terkekeh lebih lebar kali ini. Matanya bahkan berbinar, jelas sekali ia menikmati perbincangan dengan Aruni.