001. Awal Pertemuan
Agustus, 2019
“APES BANGET ASTAGAAA!”
Cewek itu duduk tersungkur di atas kloset, memegangi perutnya yang terasa nyeri sejak beberapa jam yang lalu, ia melirik jam tangan di pergelangan kirinya. Waktu istirahatnya sudah selesai.
Cewek itu kembali mengeluh, ia tidak bisa kemana-mana, datang bulannya hadir lebih awal sebelum jadwal seharusnya. Ia tidak menyiapkan apa-apa, baru merasa was-was beberapa jam yang lalu, saat sedang berkumpul di upacara PKKMB (Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru) tingkat jurusan atau lebih dikenal dengan singkatan osjur.
Lalu tepat setalah upacara pembukaan selesai, pembagian kelompok dan bertemu pembina pendampingnya, ia langsung meminta izin untuk ke toilet, waktunya hanya 15 menit.
Sialnya ia sudah terjebak di toilet itu lebih dari 20 menit. Ia tidak bisa menghubungi siapapun karena tidak membawa ponsel, nekat keluar pun juga tidak mungkin melihat kondisinya sekarang yang datang bulan tanpa persiapan.
Satu lenguhan panjang kembali terdengar. Hari pertama Ospek Jurusan, datang bulan hari pertama yang tiba-tiba, dan terjebak di dalam toilet. Lengkap sudah penderitaan yang dialami cewek itu.
Cowok berbadan jangkung itu berkali-kali menghitung barisan mahasiswa baru di hadapannya, total seharusnya ada 15 orang. Tetapi berkali-kali ia mengecek, kelompok di bawah binaannya masih kurang satu anggota. Ia tahu siapa yang kurang, cewek yang beberapa menit lalu meminta izin untuk ke toilet. Belum kembali hampir 30 menit. Cowok itu berpikir keras, ia harus mencari cewek itu, bagaimanapun anggota kelompok itu di bawah binaannya, ia harus bertanggungjawab karena tadi ia yang memberikan izin.
“Gimana, Jef, lengkap nih?” Dua orang mahasiswa yang memakai almamater yang sama dengan yang digunakan cowok itu datang sambil membawa papan absen.
Cowok itu berdecak pelan.
Jefrian Noah K. Nama yang tertulis di bet nama yang tergantung di lehernya. Orang-orang di kampus mengenalnya dengan nama Jefnoah, dosen-dosen memanggilnya dengan nama Jefrian, dan teman-temannya memanggil dengan nama Noah, terkadang Jef jika orang itu sudah dekat dengannya.
“Kok cuman 14?” cowok bergaris wajah tajam itu menoleh bertanya. Para mahasiswa yang berbaris di depannya langsung tunduk, mengenal cowok itu adalah si ketua pelaksana.
“Kurang siapa, Jef?” kali ini yang bertanya adalah cowok di sebelah si ketua pelaksana, ia adalah ketua komisi disiplin.
“Namanya Arunika, tadi izin ke toilet,” jawab Jefnoah. “Jangan lo catet dulu Namanya, gue bakal nyari anaknya, kita tanya alasannya dulu kenapa sampai telat,” sambung cowok itu saat melihat Edo si ketua komdis mengeluarkan pulpen bersiap mencatat.
“Gak bisa gitu, Jef. Aturan tetap aturan, dia telat ngumpul di sini padahal yang lain sudah berdiri di sini dari 30 menit lalu.” Yoga si ketua pelaksana menentang ucapan Jefnoah.
“Kasih gue 10 menit buat nyari dia, kalau gue telat lo boleh catat namanya,” seru Jefnoah tanpa peduli jawaban dari Yoga maupun Edo, cowok itu sudah berlari membelah lapangan.
Sementara dari dalam bilik toilet, Arunika sudah pasrah. Sepertinya ia harus menunggu smpai jam istirahat makan siang baru mungkin ada orang yang datang ke toilet itu.
Peluh keringat di ujung dahinya menandakan bahwa nyeri di perutnya semakin terasa, wajahnya pucat di tambah ia tidak sarapan dari pagi.
Suara ketukan samar terdengar, bukan dari pintu bilik, tapi dari pintu toilet di depan. Aruni terperanjat, mencoba mendengarkan sekali lagi.
“ARUNIKA? TOLONG JAWAB SAYA KALAU KAMU ADA DI DALAM!”
Mata Aruni membulat, ia bisa mendengar suara dari pintu masuk toilet Wanita. Toilet itu tidak besar, hanya ada 2 bilik di dalamnya di tambah 2 westafle.
Suara ketukan terdengar lagi, Aruni sempat mempertimbangkan apakah akan berdiri atau tidak, kondisinya tidak memungkinkan. Tapi jam makan siang masih 2 jam lagi, ia tidak punya pilihan lain.
Dengan sisa tenaga yang ada, cewek itu berdiri dan segera keluar dari bilik dengan langkah tidak nyaman dan perut yang masih ditekuk.
Tangan dingin cewek itu membuka pintu toilet.
Jefnoah yang hampir pergi langsung terperanjak. Bibirnya terbuka kecil karena kaget, wajah pucat pasi Arunika muncul di balik pintu.
“Kak, tolongin…” Arunika melenguh, sejujurnya sempat kaget melihat Jefnoah yang muncul di sana.
Arunika dengan wajah pucat dan keringat di dahinya seakan lupa bahwa beberapa jam yang lalu, saat perkenalan Pembina Pendamping, Jefnoah dengan karisma penuhnya memperkenalkan diri. Wajah tampan dengan kulit bersih, hidung mancung, dan lesung pipi kanan-kiri membuat senyuman cowok itu mampu membuat 8/15 perempuan di kelompoknya berseru riang merasa beruntung mendapat pembina pendamping yang tampan, termasuk Arunika yang hanya bisa melongo melihatnya.